politik
Sunday, April 3, 2016
KUMPULAN CERPEN DEWASA TERBARU 2015
Kenangan Yang Hilang
Hujan turun saat aku sampai di Bandara Soekarno Hatta. Aku duduk di kursi tunggu, menunggu Papa menjemputku. Sekitar sejam lebih aku menunggu. Aku juga tampak bosan. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan keliling Bandara. Saat akan berdiri, tiba-tiba ada yang memegang pundakku. Aku langsung berbalik badan. Kulihat lelaki seumuran denganku tersenyum ramah kepadaku. “Mbak Vega ya?” tanyanya ramah. Kemudian aku mengangguk menjawab pertanyaan itu. “Saya supirnya Pak Broto, maaf lama menunggu, Jakarta macet, Mbak. Mari saya anter ke mobil” ucapnya lagi. Kemudian lelaki itu berjalan duluan kearah parkiran diikuti denganku.
Sesampainya di rumah, Mama dan Papa menyambutku dengan gembira. Bukannya aku tidak senang, tapi kali ini aku benar-benar capek. Perjalanan Amerika-Jakarta cukup membuatku lelah. Duduk berjam-jam membuatku ingin segera berbaring di kamar. Mama dan Papa mengerti dan segera mengantarku ke kamar tidurku dulu. Kemudian mereka segera pergi dan menyuruhku istirahat penuh. Kulihat kamarku ini tidak berubah. Hanya sprainya saja yang berubah warna. Tiba-tiba, aku ingat lagi wajah lelaki yang mengaku supir Papa itu. Umurnya padahal sama denganku, tapi kenapa dia malah bekerja? Apa dia tidak kuliah? Tapi kenapa? Apa dia tidak punya uang?, aku terus bertanya-tanya dalam hati.
Tiba-tiba saja aku melihat lelaki itu dari dalam kamar. dia sedang ada di halaman samping rumahku. Tawa lelaki itu... mengingatkanku pada seseorang saat kecil dulu. Tapi siapa? Apa mungkin aku saja yang terlalru berlebihan? Kenapa juga aku melihat lelaki itu? Tidak menarik sama sekali! Ucapku dalam hati. Kemudian aku menutup gorden jendela kamarku dan berbaring di kasurku yang empuk. Tiga bulan lagi aku akan kembali ke Amerika. Hemm, waktu itu terasa sangat singkat. Aku masih kangen sekali dengan Indonesia. Aku pun memejamkan mata dan tidur.
Dua bulan berlalu dengan begitu cepat. Aku dan supirku, yang bernama Roni, kini juga semakin dekat. Ternyata Roni ini orang yang sangat asik untuk diajak ngobrol. Dia berilmu pengetahuan yang luas. Bahkan ada yang aku tidak tahu, tapi dia tau. Semakin lama aku mengenalnya, semakin nyaman aku ada disampingnya. Setiap dekat Roni, aku merasa memang sudah kenal dekat dengannya. Sampai akhirnya, aku tahu bahwa aku jatuh cinta pada supirku sendiri. Tapi aku merasa aku tidak salah menyukainya. Karena aku selalu merasa dekat dengannya dari dulu. Jauh sebelum aku di Amerika. Ada apa ini?
Hingga malam itu, Roni pamit pulang kampung karena ibunya sakit keras. Karena bosan di rumah, akhirnya aku meminta orangtuaku mengijinkan aku ikut dengan Roni ke kampungnya. Aku ingin menikmatik pemandangan disana. Karena Roni bilang, di kampungnya masih banyak hamparan sawah. Tadinya Mama tidak mengijinkanku. Dia takut aku kenapa-napa. Tapi, setelah aku bilang Roni akan menjagaku, akhirnya Mama setuju. Aku pun akhirnya ikut Roni ke kampungnya.
, tapi ak
Sekitar jam lima pagi aku sudah sampai dikampungnya Roni. Baru jam lima saja, banyak penduduk yang sudah beraktifitas. Kebanyakan petani sudah mulai turun ke sawah. Benar sekali. Kampung Roni benar-benar indah pemandangannya. Mataku ini disajikan pemandangan alam yang luar biasa. Tiba-tiba aku teringat, sepertinya dulu aku pernah melihat pemandangan seperti ini. Setelah kupikir-pikir, mungkin itu hanya bayanganku saja.
Rumah Roni, sama dengan rumah penduduk lainnya. Tidak kecil dan tidak besar. Saat disuruh menemui ibunya, aku lebih memilih untuk duduk di teras rumahnya. Adik perempuan Roni segera membuatkan minuman untukku.
“Mbak ini siapa?” tanya adik Roni itu. “Saya majikannya Roni”jawabku ramah. Adik Roni hanya berOh kemudian masuk ke dalam rumahnya. Roni bilang hanya seminggu kita disini. Sebenarnya, aku ingin sekali berlama-lama disini tapi, itu tidak mungkin. Roni tidak bisa meninggalkan kuliah dan pekerjaannya. Aku juga tidak mungkin meninggalkan Mama dan Papa. Tujuanku kembali ke Indonesia kan bukan untuk ini. tujuanku untuk oragtuaku. Tapi sekarang, aku malah meninggalkan mereka lagi. Tapi tidak apa-apa, walau begitu aku senang berada di kampung Roni ini.
Setelah beberapa hari disini, aku jadi semakin akrab dengan Roni. Dia mengajakku bertani, mengambil air di sumur, memeras susu sapi dan lain-lain. Aku juga semakin terbiasa dengan pekerjaan itu. Melihat Roni.. aku kembali melihat masa kecilku yang.. aku juga sebenarnya tidak ingat dengan masa kecilku dulu. Tapi sepertinya, aku sudah tidak asing lagi dengan semua ini. Roni, ibunya, kampung ini, kegiatan-kegiatan ini.. benar-benar tidak asing bagiku. Aku sendiri juga bingung dengan apa yang kurasakan. Apa sebenarnya ini? tanyaku dalam hati.
Sekarang adalah hari terakhirku dan Roni ada di kampung ini. malamnya, Roni mengajakku ke suatu tempat. Tempat itu.. juga tidak asing bagiku. Danau dengan berjuta kunang-kunang ini, sangat jarang ditemukan di Jakarta. Malah aku yakin, tidak ada tempat seindah ini di Jakarta. Kemudian Roni membawaku ke sebuah pohon yang besar. Pohonnya terlihat sudah berumur. Disana ada tulisan Roni Dan Vega Forever. Aku terkejut dengan ukiran tulisan itu. Aku tidak pernah mengukir nama itu di pohon. Sama sekali tidak pernah. Tapi, kenapa ada tulisan itu? Namaku dan Roni? Ada apa sebenarnya ini?
Kemudian Roni mengajakku duduk di sebuah batu besar. Roni memulai percakapan.
“Kamu tau kenapa ada tulisan nama kita di pohon itu?”tanyanya sambil menunjuk kearah pohon besar tadi. Aku hanya menggeleng bingung.
“Dulu.. waktu kita kecil, kamu pernah tinggal disini. Pak Broto adalah juragan sawah disini. Sawah yang kamu liat itu.. sebenarnya kebanyakan punya kamu. Saat kamu SMA, kamu dan keluargamu pindah ke Jakarta. Mungkin Pak Broto ingin anak semata wayangnya ini sekolah sebaik mungkin. Makanya dia pndah ke Jakarta” jelas Roni. Aku semakin bingung dengan penjelasan Roni.
“Waktu kita SMP, kita ngukir nama kita di pohon itu. Dan di tempat inilah pertama kita bertemu dan berpisah. Aku yakin, aku mikir kampung ini tidak asing lagi bagi kamu kan? Karena kamu pernah ada disini” sambung Roni. Aku hanya menganga kaget mendengar ucapan Roni.
“Tapi, kenapa aku nggak bisa nginet masa kecil itu? Kampung ini emang nggak asing lagi bagi aku, tapi aku nggak bisa inget tempat ini, Ron” tanyaku bingung pada Roni. Roni tersenyum padaku.
“Waktu kita kelas tiga SMP, sesuatu terjadi sama kamu. Kamu kecelakaan dan dokter bilang, kamu nggak bisa nginget masa yang udah dulu banget. Aku sedih banget, Ga. Karena aku itu kan masa lalu kamu dulu. Apalagi saat aku tau ternyata kamu sekolah di Amerika. Saat itu.. aku bener-bener ngerasa kehilangan kamu. Sampai akhirnya aku ke Jakarta dan kerja di rumah kamu. Disana aku selalu liat foto-foto kecil kamu. Mama kamu juga majang foto saat kita berdua. Kita berpelukan sambil tertawa. Kita bahagia waktu itu” jawab Roni tersenyum bahagia.
Aku mulai ngerti dengan semua ini. roni.. pantes saja aku sudah tidak asing lagi dengannya. Ternyata.. dialah teman baikku sejak kecil. Kemudian aku tertawa. Mengingat betapa culunnya pasti aku saat mengukir tulisan di pohon itu. Kita berdua masih belum mengerti sama sekali apa arti tulisan itu.
“Setelah pindah, aku juga ngerasa ada yang hilang, Ron. Sampe sekarang pun, aku nggak pernah pacaran sama orang lain. Karena aku belum nemuin cinta aku. Tapi... setelah dekat kamu, ternyata aku nyaman. Dan ternyata.. kamu cinta aku, Ron” ucapku malu-malu. Kemudian Roni memelukku. Pertama aku kaget dengan pelukan itu. Tapi, pelukan itu yang selama ini aku nantikan.
Dua bulan lebih, aku berada di Jakarta. Setelah pulang dari kampung, aku menceritakan semuanya pada Mama dan Papa. Mereka berterima kasih pada Roni karena telah mengingat kembali masa yang telah hilang dari ingatanku. Akhirnya mereka bersedia menanggung biaya kuliah Roni dan menyuruh Roni fokus pada kuliahnya saja. Biaya berobat ibuya juga ditanggung denga orangtuaku. Aku dan Roni juga semakin dekat.
Hingga akhirnya, aku harus kembali ke Amerika. Sedih hatiku meninggalkan semuanya termasuk Roni. Sahabat baikku dari kecil itu... aku harus meninggalkannya. Tiba-tiba aku merasa separuh hatiku hilang lagi. Meninggalkan Roni.. bukan ini yang ku mau. Tapi apa dayaku? Meninggalkannya memang sudah harus kulakukan. Aku sendiri yang meminta meneruskan study di Amerika.
Roni dan kedua orangtuaku mengantar aku sampai Bandara Soekarno Hatta tempat pertama kali aku bertemu Roni dulu. Tangisan sudah pasti menghiasi suasana hari itu. Aku juga memeluk Roni. Aku benar-benar tidak ingin berpisah darinya. Tapi.. yasudahlah.
“Nanti kita ketemu lagi kan?” tanyaku pada Roni.
“Pasti! Aku janji sama kamu, aku nggak akan khianati cinta kita berdua” jawab Roni sambil membelai rambutku. Kemudian aku memeluk Roni lagi. Maaf Roni, untuk ingatan lupaku padamu dulu, ucapku dalam hati sambil menitikkan air mata.
Dua tahun di Amerika, aku jadi benar-benar kangen sama Roni. Kira-kira sedang apa dia disana? Akhirnya aku putuskan untuk menulis surat padanya. Berharap dia akan cepat membalas surat kangenku ini padanya.
Cerpen Dewasa Karya LD. Ahmad Karwin
KEPERGIAN SHEILA
Pagi masih terlihat sejuk, burung-burungpun terus bernyanyi dengan riangnya diranting-ranting pohon depan kamarku. Entah mengapa hari ini aku merasa bersemangat sekali. Mungkin karena aku akan bertemu dengan Rendy sepulang sekolah nanti. Setelah beberapa bulan ini aku tidak bertemu dengannya jangankan melihat wajahnya mendengar suaranya saja aku tidak pernah. Mungkin karena Rendy terlalu sibuk dengan urusannya.
Sesampainya di sekolah, Dara dan Shaqila sudah menunggu ku di kelas.
“Hai Sy, gimana nanti. Pasti kamu gak sabar yah?” Tanya Shaqila sedikit ingin tahu.
“Iya nich Sis,aku jadi pingin buru-buru pulang aja.” Jawab Sheila.
“Ya ampun Sheila kitakan baru masuk belum mulai pelajaran lagi.” Sindir Dara dengan menggeleng-geleng kepalanya sambil menepuk bahuku.
Akhirnya bel pulang berbunyi tanda pelajaran kami sudah selesai. Dengan bergegas aku langsung pamit pulang duluan. Aku menunggu di kantin sekolah, aku lihat jam ternyata masih jam setengah satu. Rendy janji menjemputku jam satu nanti disini. Sambil menunggu waktu itu aku memesan segelas es degan. Tak lama kemudian Rendy datang juga meski terlambat 15 menit. Aku lihat wajahnya murung dan sorot matanya menggambarkan kesedihan yang mendalam.
“Hai Sheila apa kabar “Tanya Rendy. “Baik-baik saja Rendy.” Jawab Sheila.
Aku tak banyak berkata-kata aku hanya ingin tahu saja mengapa wajahnya murung.
“Rendy, mengapa kamu kelihatan murung. Kamu punya masalah?” Tanyaku padanya.Aku semakin mengkhawatirkan orang yang jadi pacarku empat tahun ini sejak aku duduk di bangku SMP kelas 3.Aku tahu betul Rendy pasti sedang punya masalah.
Sebelum Rendy menjawab dia sudah mengajakku pergi meninggalkan kantin. Tiba-tiba Rendy berkata, “Kamu ingin tahu kenapa aku selama satu bulan ini tidak menghubungimu atau bahkan menemuimu?”
“Aku tahu kamu harus keluar kota untuk bekerja, mungkin kamu sibuk makanya kamu tidak menelponku.” Jawab Sheila.
“Hanya itu yang kamu tahu? Bukan karena itu Sheila masih banyak yang kamu belum tahu tentang aku Sy. Mungkin kamu terlalu baik untuk aku , kamu selalu berusaha untuk berada dekat dengan aku saat aku merasa kehilangan semangat, saat aku merasa benar-benar tak berarti untuk jadi orang yang kau cinta.” Kata Rendy.
“Jangan katakan kalau kamu tidak mencintai aku lagi Rendy!! Aku tidak ingin mendengarnya.” Jawab Sheila.
“Bukan Sheila.”
“Lalu apa maksud kamu bilang seperti itu?” Tanya Sheila.
“Tidak mungkin aku tidak mencintaimu Sy. Kamu sudah terlalu memenuhi seluruh pikiranku. Selama ini banyak cerita yang kulalui bersamamu, tak pernah sedikitpun kamu menyakiti perasaanku, kamu selalu membuat aku tersenyum bahkan tertawa disaat kesedihan melanda.”Jawab Rendy.
Rendy mengajakku untuk menumpangi perahu berdua dengan makanan dan minuman yang tertata rapi dimejanya ada dua lilin dan satu tangkai bunga mawar dan secarik kertas berwarna biru tertuliskan namaku “SHEILA PERMATA”.
“Mungkin aku tak bisa membahagiakanmu tapi paling tidak izinkan aku memberikan yang terlebih pada diriku untukmu. Maafkan aku atas kata-kata yang tak terwujud, maafkan aku atas kebisuanku selama ini.
Dariku yang Takut Kehilanganmu.
Rendy Satriya.”
Aku seakan-akan telah terlelap dalam mimpi indahku.
“Mimpikah aku?”
“Tidak Sheila kamu tidak bermimpi kamu sedang bersama aku sekarang.” Jawab Rendy.
Hari sudah mulai sore aku mengajak Rendy pulang karena aku takut dimarahi mamaku. Karena aku tadi tidak bilang kalau akan pulang sore. Aku takut mamaku mengkhawatirkan aku.
“Rendy, hari sudah sore ayo pulang aku takut mama marah sama aku.” Ajakku.
“Tenang saja Sy tadi aku sudah izin mama untuk ngajak kamu dan pulang larut.” Jawab Rendy.
“Terlalu banyak yang sudah kamu perbuat untukku Ren tapi sesungguhnya aku mengenalmu. Aku tahu sebelum kamu mengatakannya padaku, yang aku butuh bukan kata-kata manis atau puisi bahkan setumpuk bunga mawar.Karena yang aku butuh hanya kamu dan bersamamu dalam setiap detik yang aku punya. Ada kamu yang menjagaku, ada kamu yang memberi aku semangat.” Kata Sheila.
Enam bulan berlalu akhirnya aku diterima di salah satu Universitas tempat Rendy kuliah dulu. Belum lagi Shaqila dan Dara juga diterima ditempat yang sama. Ini hari pertamaku mengikuti OSPEK. Dan Rendy yang mengantarku ke kampus. Saat aku mengikuti OSPEK semuanya masih berjalan lancar. Aku merasa seluruh badanku remuk kepalaku pusing dan tak tau apa yang terjadi lagi setelah mataku terpejam dan terjatuh. Sadar-sadar aku sudah berada di ruang perawatan kampus.
“Sy, kenapa kamu, kamu belum makan “ Tanya Dara dan Shaqila mengkhawatirkan aku.
“Loh kok kalian boleh masuk kesini?” Tanya Sheila.
“Ia sekarang kita sudah diizinkan pulang oleh kakak senior.” Jawab Dara.
Satu minggu berlalu entah kenapa akhir-akhir ini badanku terasa pegal-pegal belum lagi rasa nyeri ditulangku. Dulu aku juga pernah seperti ini dan sudah diperiksakan kedokter. Aku hanya tidak boleh terlalu lelah saja. Setelah minum obat hilang semua. Tetapi sekarang kok tambah parah yah, sudah dua hari aku tidak masuk kuliah, tentu saja semua jadi khawatir akan keadaanku. Tiap pulang kuliah Dara dan Shaqila selalu menemaniku di rumah belum lagi perhatian Rendy yang membuat aku merasa jadi ratu.
Satu minggu berjalan lancar badanku terasa lebih enak, tulangku pun menjadi lebih bersahabat sehingga aku beranikan diri untuk meminta Rendy untuk jalan-jalan menghirup udara segar. Akhirnya Rendy menyetujuinya.dengan persetujuan mama tentunya. Rendy mengajak Dara dan Shaqila juga pasti seru deh. Rendy menjemputku. Setelah berpamitan kita melaju ke tempat Dara dan Shaqila lalu pergi berempat kesalah satu tempat karoke di Jakarta karena aku yang memintanya. Entah mengapa aku ingin sekali bernyanyi bersama mereka. Penuh canda tawa semuanya riang aku merasa tidak seperti orang sakit.
Rendy selalu tersenyum dan bernyanyi sambil melihat ke arahku sehingga membuat Dara dan Shaqila iri.
“Aduh…… yang berduaan serasa dunia milik berdua.” Sahut Dara agak sedikit mencibir sambil tertawa memandang Siska.
“Dara aku sayang deh jangan pergi dariku!!!” Sahut Shaqila meledekku dan Rendy.
Tiga jam berlalu dan kami menghabiskannya disini. Penuh canda tawa dan kenangan yang indah bersama mereka. Hari ini hari minggu sudah pasti semua libur, kali ini aku meminta Rendy untuk pergi ketempat wisata di Jakarta. Kali ini Dara dan Siska juga ikut. Aku membawa bekal secukupnya dan kamera untuk mengabadikan suasana disana nanti. Entah kenapa aku tidak ingin melewati hari-hariku sendiri dan hanya sendiri. Kami pergi dan disana banyak kejadian yang menyenangkan. Kami berfoto dan selalu bersama banyak sekali foto dan gaya-gaya kami. Keesokan harinya aku ingin pergi ke sebuah villa bareng dengan mereka dan keluargaku. Tetapi kata Rendy aku sudah terlalu lelah bagaimana kalau diundur minggu depan dan kebetulan juga tepat hari ulang tahunku. Dengan terpaksa akupun mengiyakannya.
Keesokan harinya Rendy rutin datang ke rumahku dan bicara dengan kedua orang tuaku. Aku sempat mendengar percakapan mereka yah apa lagi kalau bukan pesta ulang tahunku nanti.
“Bagaimana Nak kamu sudah mencari villa yang tepat buat acara Sheila?” Tanya Mama Sheila.
“Sudah Tante. Tempatnya cocok sekali untuk acara ulang tahun Sheila. Villa milik Paman saya yang ada di Bandung. Bagaimana Om setuju atau tidak? Kalau Om dan Tante tidak setuju dengan villa yang ada di Bandung, saya akan mencarikan lagi villa dekat-dekat Jakarta.” Tanya Rendy kepada orang tuaku.
“Ya sudah tidak apa-apa villa di Bandung. Kebetulan Tante disana juga punya saudara. Iya kan Pah?” Tanya Mama kepada Papa.
“Iya tidak apa-apa yang penting Sheila suka tempatnya dan gembira.” Jawab Papa.
“ Jadi villa sudah ada dan siap untuk dipakai. Nanti saya akan menelpon Paman saya untuk membersihkan villanya” Kata Rendy.
Mama sibuk menelepon saudara-saudara untuk memberitahukan jika ada acara ulang tahunku. Dan agar mereka mau datang ke pesta ulang tahunku. Sedangkan papa dan Rendy sibuk menyiapkan persiapan-persiapan yang sangat dibutuhkan nanti. Rendy bolak-balik ke Bandung untuk memeriksa villa milik pamannya apakah sudah siap. Karena Rendy ingin pestaku nanti bisa meriah dan semuanya gembira dan bahagia terutama aku..
“Sayang, aku ke Bandung dulu ya, aku mau memeriksa apakah villa buat pestamu sudah siap. Aku janji nanti sore aku sudah disini lagi. Aku hanya sebentar.” Pamit Rendy padaku.
“Iya, hati-hati ya. Nanti sore janji disini lagi ya!!” Kata Sheila.
“Iya Sheila.”
Tak lama kemudian Rendy berangkat bersama temannya namanya Tio. Jam dinding menunjukkan pukul 17.00 WIB tetapi Rendy belum juga kembali. Rasa khawatirku mulai nampak. Dia tak segan-segan menelpon Rendy karena dia takut terjadi sesuatu kepada orang yang dia sayang.
“Rendy, sudah jam segini kamu kok belum kembali? Ada apa? Aku khawatir sekali sama kamu. Cepat pulang ya Ren!!” Kata Sheila menunjukkan kalau dia sangat khawatir.
“Iya Sheila. Aku tidak apa-apa kok kamu tenang saja. Ini juga sudah dijalan mau ke Jakarta. Tapi jalannya macet makanya pulangku nanti agak telat gak apa-apa kan?” Jawab Rendy.
“Iya sudah gak apa-apa yang penting kamu baik-baik saja. Hati-hati ya.” Kata Sheila mulai tenang.
Selang beberapa jam Rendy sampai di rumahku. Dia langsung bercakap-cakap dengan kedua orang tuaku.
“Om, Tante villa di Bandung sudah siap. Kita tinggal memakainya saja." Kata Rendy.
“Iya Ren. Terimakasih ya kamu sudah mau boak balik Jakarta-Bandung hanya untuk memeriksa villa yang akan digunakan acara Sheila.” Kata papa.
“Oh iya Om gak apa-apa itu juga buat Sheila. Karena saya sangat mencintainya Om Tante. Sheila sudah tidur ya Tan?” Tanya Rendy.
“Iya tadi dia sudah tidur katanya sudah lelah nunggu kamu pulang.” Jawab Mama.
“ O… Ya sudah tante. saya pamit pulang dulu. Salam buat Sheila tante.” Pinta Rendy sembari meninggalkan tempat duduknya.
“Iya besok pagi Tante sampein ke Sheila.”
Keesokan harinya Dara dan Shaqila datang ke rumah mereka memberikan data teman-teman yang akan diundang. Tidak tahu kenapa aku jadi semakin sedih ternyata banyak sekali orang-orang yang sayang kepadaku. Aku beruntung sekali mereka ada disisiku. Akh…. tubuhku menggigil dan kurasakan dingin aku juga merasakan sakit yang luar biasa ditulangku. Tapi aku tidak mau mereka tahu karena aku tak mau mereka mengkhawatirkan aku. Aku sengaja menyembunyikan sakitku. Oh.. Alangkah berkaca-kaca mataku. Kenapa aku? Ada apa denganku.....??Tiba-tiba saja Dara dan Shaqila masuk kamarku tanpa mengetuk pintu.
“Hai Sheila.,, Ciieee yang mau ulang tahun ngaca mulu nih”. Sahut situkang celetuk Dara.
“Kita ke salon yuuk aku ingin memotong rambutku!” Ajak Sheqila.
“Aku juga mau creambath nich Sheila. Kamu sekalian mempercantik diri buat ulang tahunmu nanti.”
Sepulangnya dari salon memang sich badanku agak rilek. Besok sudah acaranya semua jadi semakin sibuk. Malam ini aku tidur tidak nyenyak serasa ingin sekali tidur bersama orang tuaku. Untung saja Rendy datang ke rumah sambil membawa kue kecil bertuliskan Happy Birthday untukku tepat jam 12 malam.
“Selamat ulang tahun ya Sayang. Semoga lekas lepas dari sakitmu. Apa yang kamu inginkan akan terwujud.” Kata Rendy sambil mengecup keningku.
“Aku gak nyangka kamu akan datang aku kira hanya lewat telepon. Makasih ya Rendy.” Kata Sheila.
“Keesokan paginya baru kamu datang aku ingin ngasih kamu sesuatu yang berbeda apa lagi untuk calon istriku.” Kata Rendy sambil menunjukkan cincin yang Rendy bawa untukku.
“Maukah kamu bertunangan denganku Sheilaku “ Tanya Rendy.
Hanya airmata yang kusematkan dipipiku aku. Aku tak mampu berkata apa-apa.
“Jelas Rendy aku mau.” Kataku Sambil memeluknya.
Rendypun memakaikan cincin dijari manisku. Sesampainya di Villa aku merasa lega entah kenapa aku merasa semua bebanku terlepas hilang tertiup angin.
“Acara sudah mau mulai sayang, semua sudah berkumpul didalam.” Kata Rendy yang tiba-tiba muncul diiringi sebuah kecupan dipipiku dan memelukku.
“Rendy, kamu janji yah apaun yang terjadi nanti dengan aku, kamu tidak boleh menangis.” Pinta Sheila.
“Iya aku janji. Kamu kenapa sich bicara seperti itu Kok ngomongnya kayak mau pergi aja Dah yuuk kita masuk.”
Setelah beberapa jam, akhirnya selesai juga. Aku sungguh lelah sekali tapi aku sangat senang. Yang lain sedang asyik bermain disini hanya ada aku, Rendy, Dara dan Siska. Kami bicara panjang lebar. Kali ini aku yang banyak bicara.
“Aku Cuma mau ngucapin terimakasih sama kalian semua karena kalian sudah jadi yang terbaik, jadi pacar yang setia, jadi teman bahkan saudara. Terimakasih karena sudah membantuku mewujudkan mimpi terakhirku.” Kataku.
Mereka menangis sambil memelukku. Tiba-tiba saja aku tak ingat apa-apa. Yang aku hanya malaikat sudah menjemputku.
“SHEILA!” Semua berteriak,
Semua menangis meratapi kepergian Sheila. Raut wajah kesedihan tampak jelas terlihst diwajah orang-orang yang aku sayangi. Sebelum aku benar-benar telah pergi izinkan aku TUHAN untuk memeluk orang-orang yang aku sayang. Sampai akhirnya akun benar-benar telah pergi ke dunia lain.
Satu tahun kemudian setelah kepergian Sheila, Rendy datang ke makam Sheila dengan membawa kotak kecil yang diikat rapi dengan pita.
“Aku datang dengan membawa hadiah untukmu. Ini foto-foto terakhir kebersamaan kita sebelum kepergianmu satu tahun yang lalu. Aku belum sempat memberi tahumu. Fotonya lucu-lucu apalagi kamu kelihatan sehat. Sampai-sampai aku tak menyangka jika kamu akan meninggalkanku sendirian. Aku gak menyangka kalau kamu terkena kanker tulang. Aku tiba-tiba menghilang selama satu bulan karena aku tidak bsa terima orang yang aku sayangi menderita penyakit separah ini. Aku tau dari mama dan juga dokter yang memeriksa kamu. Maafkan aku jika aku menyianyiakan kamu waktu itu. Makanya aku ingin tebus semua kesalahanku dan aku akan membuatmu bahagia sampai akhirnya kamu telah pergi untuk selamanya. Jika ada hal yang terindah dalam hidupku aku yakin hanya kamu yang terindah, jika aku boleh memutar waktuku lagi aku yakin hanya kamu yang aku pinta kembali. Tenanglah disana dimana kamu tidak akan pernah merasa sakit lagi. Aku akan menjaga kenangan kita.” Kata Rendy.
Selesai...
Cerita Kita
Ibuku Bukan Pelacur
Setiap malam aku dan adik ku selalu tidur di kursi ruang tamu untuk membukakan pintu ketika ibu pulang bekerja. Entah pekerjaan apa yang dikerjakan oleh ibu ku. Setiap jam 9 malam ibu baru berangkat kerja dan pulang sekitar jam 1 dini hari. Banyak orang yang berprasangka negatif terhadap pekerjaan ibu, tapi ibu tak mengindahkan perkataan mereka. Ibu hanya tersenyum ketika orang-orang menyebut ibu sebagai pekerja seks komersial. Aku yakin ibu ku tidak bekerja sebagai PSK, mana mungkin ibu tega memberi makan kami dengan uang yang haram. Ibu berasal dari keluarga yang tahu aturan agama jadi sangat tidak mungkin ibu bekerja sebagai PSK.
Adik ku Gian selalu menanyakan kenapa ibu kerjanya malam hari, tidak seperti kebanyakan orang yang bekerja diwaktu pagi dan siang hari. Aku sendiri tidak pernah tahu mengapa ibu mau bekerja ditempat yang jam kerjanya malam hari. Mungkin hanya ditempat itulah ibu bisa diterima kerja. Aku selalu berpikr positif terhadap ibu. Aku tidak mau terpengaruh oleh ucapa-ucapan orang diluar sana yang menganggap ibu bukan wanita baik-baik.
Tak seperti biasanya malam ini ibu pulang cepat. Ibu membawakan kami makanan untuk sarapan besok pagi sebelum berangkat ke sekolah. Karena ibu pulangnya selalu lewat tengah malam ibu tidak pernah sempat untuk membuatkan sarapan pagi untuk aku dan adik ku. Setiap pagi aku selalu menyiapkan sarapan pagi dan membangunkan Gian.
“Gian, bangun dong udah pagi nih cepat mandi !!”
“Bentar Kak Gian masih ngantuk nih.”
“Entar kamu kesiangan cepat sana !!”
“Iya-iya Gian mandi sekarang.”
“Cepat ya, soalnya kakak buru-buru nih.”
Aku dan Gian bersekolah di sekolah yang sama. Aku kelas 3 SMA dan Gian kelas 1 SMA. Gian termasuk murid yang cukup berprestasi dikelasnya sehingga dia mendapatkan beasiswa sampai dia lulus SMA nanti. Walaupun aku dan Gian jarang sekali ngobrol sama ibu, tapi ibu sangat perhatian sekali pada kami. Ibu tak pernah membiarkan kami merasa kekurangan kasih sayang dan perhatian dari seorang ibu. Ibu selalu berusaha untuk selalu ada ketika kami membutuhkan teman untuk berbagi.
“Ajeng, maaf ya mungkin sekarang ibu kurang ada waktu untuk selalu bersama kalian. Kamu tahukan ibu harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.”
“Ga apa-apa ko bu, walaupun ibu jarang ada untuk kita kasih sayang yang ibu berikan sama aku dan Gian tak sedikitpun kurang.”
“Makasih ya nak, kamu harus bisa menjaga adik kamu, kamu harus bisa menjadi kakak yang baik untuk adik kamu.”
“Pasti bu, ibu ga usah khawatir Ajeng akan selalu menjaga Gian dan menjadi kakak yang baik untuk Gian.”
Ibu memang jarang sekali punya waktu untuk kami. Tapi itu semua tak menjadi masalah, karena aku tahu sebenarnya ibu ingin sekali mengetahui lebih banyak lagi tentang perkembangan anak-anaknya. Tapi apa boleh buat keadaan yang tidak memungkinkan ibu untuk selalu ada bersama kami, karena setelah ayah meninggal ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga kami. Ibulah yang bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan hidup kami.
Aku sebagai seorang kakak harus bisa bersikap lebih dewasa lagi. Terkadang aku merasa kesal terhadap orang-orang yang menuduh ibu sebagai PSK. Tapi ibu selalu mengingatkan ku untuk tidak termakan oleh omongan mereka, ibu selalu mengingatkan ku untuk selalu sabar menghadapi mereka. Mungkin ibu bisa sabar menghadapi perkataan-perkataan mereka, ibu selalu berkata bahwa Tuhan itu tak pernah tidur dan Tuhan tahu apa yang sebenarnya kita lakukan. Kata itu yang selalu ibu ucapkan pada aku dan Gian.
Aku selalu berusaha untuk selalu ada untuk Gian, apalagi disaat dia sedang mempunyai masalah dan membutuhkan teman untuk berbicara. Apapun akan aku lakukan untuk kebahagian adik ku. Dialah yang bisa menjadi penyemangat setiap kali aku menghadapi berbagai masalah. Gian tak pernah bisa diam ketika orang-orang menghina aku dan ibu. Walaupun sedikit pendiam Gian termasuk anak yang ramah dan menyenangkan.
Semakin hari semakin banyak orang yang menuduh ibu bekerja sebagai PSK, tidak hanya orang-orang yang ada dilingkungan rumah saja tapi teman-teman disekolah pun banyak yang menghina aku dan Gian sebagai anak seorang PSK. Apalagi Fira, dia sangat tidak suka dengan aku, hampir tiap hari dia selalu mencari masalah dengan ku. Tapi aku tak pernah menggubris omongannya walaupun omongannya sangat menyakitkan dan membuat aku marah.
“Heh anak pelacur, loe ga malu apa sekolah disini ? loe itu membuat nama baik sekolah kita jadi tercemar.”
“Aduh Fira… terserah kamu ya mau ngomong apa juga. Kamu jangan sembarangan nuduh orang kaya gitu dong.”
“Hah nuduh ? semua teman-teman disini juga udah pada tahu kali kalau loe itu anak seorang pelacur…”
“Eh Fir, udah deh loe ga usah ngehina kakak dan ibu gue !! kaya loe udah jadi orang bener aja.”
“Wow… adiknya membela kakaknya nih. Eh Gian, itu faktanya kali kalau ibu loe itu P-E-L-A-C-U-R iya kan ?”
“Mulut loe itu harus gue tutup pake sampah kali ya, biar bisa diam.”
“Gian udah ya, ga usah kamu ladenin dia. Fira itu emang orangnya kaya gitu.”
“Orang seperti itu harus dikasih pelajaran kak biar bisa dijaga mulutnya.”
“Udahlah mending kita pergi saja.”
“Sana pergi loe… dasar adik sama kakak sama saja bikin malu sekolah aja.”
Gian memang tak pernah bisa diam saat banyak orang menghina ibu. Tapi aku terus selalu berusaha untuk menghalangi Gian untuk tidak emosi menghadapi mereka. Satu sekolah ribut membicarakan tentang ibu ku yang dituduh sebagai pelacur. Kabar ini sudah sampai ke pihak sekolah sampai-sampai aku dan Gian dipanggil oleh kepala sekolah.
“Permisi bu, ibu memanggil saya dan adik saya ?”
“Iya silahkan kalian duduk”
“Maaf ada apa ya bu, ibu memanggil saya dan Gian ?”
“Begini, kalian sudah tahukan kabar yang sedang beredar disekolah ini ?”
“Iya bu, saya tahu akibat kabar ini nama baik sekolah jadi tercemarkan ?”
“Bu, ibu nuduh juga kalau ibu kami ini seorang pelacur ?”
“Gian… kamu ga bicara seperti itu.”
“Tapi kak…”
“Sudah kamu diam..”
“Apa benar ibu kalian bekerja disebuah club malam ?”
“Maaf bu, sebenarnya kami tidak pernah tahu ibu bekerja dimana, ibu hanya selalu bilang bahwa pekerjaannya itu halal.”
Aku dan Gian sangat kaget ketika tahu bahwa ibu bekerja di sebuah club malam, dan gian tidak terima dengan tuduhan dari ibu kepala sekolah.
“Bu, ibu jangan ngarang deh dari mana ibu tahu kalau ibu saya bekerja di club malam ? ibu itu sama saja dengan teman-teman yang lain suka menuduh sembarangan.”
“Gian kamu bisa bicara dengan sopankan ? Ibu bukan menuduh sembarangan, tapi sudah banyak orang yang melihat ibu kalian bekerja disana.”
“Maafin adik saya bu, kalau misalkan sekolah ini merasa tercemar nama baiknya karena kami, kami siap kalau harus dikeluarkan dari sekolah ini.”
“Ga bisa gitu dong kak !! bu tolong dong ibu jangan mudah percaya dengan omongan orang-orang. Apakah setiap orang yang bekerja di club malam adalah seorang pelacur ? belum tentukan bu..”
“Begini saja, coba kalian tanyakan baik-baik sama ibu kalian apa sebenarnya pekerjaan ibu kalian itu. Sekarang kalian boleh kembali ke kelas.”
“Makasih bu permisi.”
Aku menjadi ragu pada ibu, aku juga sangat kesal pada ibu karena selama ini ibu tak pernah mau jujur tentang pekerjaannya. Gian kelihatan sangat kesal sekali ketika dia tahu bahwa ibu bekerja di club malam.
“Gian ga nyanka kak, kalau ibu itu bekerja di club malam. Gian kecewa sama ibu.”
“Gian kamu gak boleh gitu dong, kamu percayakan sama ibu ? ibu ga mungkin melakukan hal itu.”
“Tapi kak bisa aja kan ibu benar bekerja sebagai pelacur.”
“Gian…. dengerin kakak, kamu tahukan ibu orangnya seperti apa ga mungkinkan ibu rela bekerja seperti itu.”
“Ga tahu kak sekarang Gian ragu sama ibu. Kenapa sih ibu ga pernah cerita sama kita tentang pekerjaannya.”
“Ibu pasti punya alasan kenapa ga cerita sama kita.”
Ketika kami pulang kerumah ibu sedang menyiapkan makan siang. Aku yakin ibu bukan seorang pelacur. Ibu ga mungkin menghianati ayah yang sangat ibu cintai. Tapi entah mengapa ada keraguan dalam hati ku. Semoga saja apa yang dituduhkan orang-orang pada ibu tidak benar. Gian yang sangat kesal pada ibu tiba-tiba marah pada ibu.
“Bu…. apa benar ibu bekerja di club malam ?”
“Kamu itu ada-ada saja Gian, ya ga mungkin dong ibu bekerja di tempat yang seperti itu.”
“Sudahlah bu, ibu ga usah bohong sama aku banyak orang yang suka melihat ibu di club malam.”
“Kamu ga percaya sama ibu ?”
“Bu masalahnya bukan percaya atau tidak, ibu tahu tadi aku dan kak Ajeng dipanggil sama kepala sekolah gara-gara kabar yang menyeba bahwa ibu itu bekerja sebagai PSK, tahu gak bu Gian malu.”
“Gian….”
Ibu menampar Gian dan menangis.
“Kamu tahu kenapa ibu ga pernah menggubris omongan orang-orang diluar sana yang menganggap ibu sebagai PSK, ibu ga peduli sama orang lain. Yang penting buat ibu adalah kepercayaan dari kalian. Kalian percaya sama ibu kalau ibu buak pelacur itu sudah cukup buat ibu, ibu ga peduli sama orang lain.”
“Tapi bu Gian itu malu bu… malu…..”
“Kamu malu punya ibu seperti ini ? kamu tahu tidak dipercaya sama kamu dan kakak kamu itu lebih menyakitkan buat ibu.”
“Kenapa sih ibu ga pernah jujur sama kita ?”
“Gian sudah ya, kamu sekarang ganti baju dulu terus kita makan.”
“Tapi kak…”
“Gian…”
Aku berusaha menenangkan ibu yang menangis. Aku tahu ibu sangat sedih ketika Gian berkata seperti itu. Ibu memilih untuk tidak dipercaya oleh orang lain daripada sama anak-anaknya sendiri. Karena bagi ibu adalah kepercayaan dan kebahagaian anak-anaknya yang paling terpenting dalam hidupnya. Hari ini cukup membuat ku belajar untuk hidup lebih bijak dan dewasa lagi. Permasalahan yang ada dalam keluarga ku membuat ku bisa bersikap lebih dewasa lagi. Dengan tidak tidak meyalahkan ibu ataupun Gian dalam masalah ini.
Ketika ada masalah dalam keluarga aku selalu kangen sama ayah. Ayah selalu bisa menengangkan kami ketika sedang menghadapi masalah. Ayah selalu bisa membuat suasana tidak panas, ayah selalu mengajarkan aku untuk selalu berpikir sebelum melakukan apapun. Ayah selalu bisa bersikap bijaksana dalam menghadapi setiap permasalahan hidupnya. Ayah… aku masih membutuhkan mu disini.
Ketika suasana sudah cukup tenang, secara baik-baik aku menanyakan tentang pekerjaan ibu yang sebenarnya. Aku tahu ibu pasti punya alasan mengapa tidak pernag menceritakan yang sebenarnya tentang pekerjaannya itu. Saat itu aku, Gian dan ibu sedang berkumpul di meja makan, sebagai seorang kakak aku harus bisa bersikap lebih tenang walaupun sebenarnya aku cukup kesal pada ibu.
“Bu… Ajeng boleh tanya sesuatu sama ibu ?”
“Mau tanya apa ?”
“Maaf ya bu, bukannya Ajeng tidak percaya sama ibu tapi Ajeng dan Gian ingin tahu apa pekerjaan ibu sebenarnya.”
“Ibu juga minta maaf sama kalian karena selama ini ibu tidak menceritakan yang sebenarnya.”
“Ajeng ngerti kenapa ibu belum mencerutakan yang sebenarnya, tapi sekarang kami butuh penjelasan dari ibu, pihak sekolah juga ingin memastikan apakah kabar yang beredar itu benar atau tidak.”
“Ibu memang bekerja di club malam, tapi…”
“Tuhkan benar, ibu ini bukan ibu yang baik.”
“Gian, kamu harus dengerin ibu dulu.”
“Ibu bekerja di club malam bukan sebagai pelacur, ibu hanya seorang pelayan saja disana. Memang banyak sekali laki-laki yang meminta ibu untuk melayaninya tapi ibu selalu menolaknya. Ibu selalu berbuat kasar pada orang-orang yang meminta ibu untuk melayani nafsunya itu. Ibu ga mungkin menghianati ayah kalian, ibu ga mungkin menghidupi kalian dengan uang yang haram. Kalau bisa memilih ibu sebenarnya tidak ingin bekerja ditempat seperti itu tapi mencari pekerjaan sekarang itu tidak mudah.”
“Bu… maafin Ajeng ya… Ajeng sempat ragu sama ibu.”
“Justru ibu yang minta maaf sama kalian, ibu sudah tidak berterus terang sama kalian.”
“Gian juga minta maaf bu, Gian udah marah-marah dan ga percaya sama ibu.”
“Ga apa-apa Gian.”
“Sekarang Ajeng akan selalu percaya sama ibu, karena Ajeng tahu ibu ga akan berbuat seperti itu. Ajeng ga akan memperdulikan omongan-omongan orang lain tentang ibu.”
“Makasih ya sekarang kalian sudah percaya lagi sama ibu. Yang terpenting dalam hidup ibu adalah kebahagian dan kepercayaan dari kalian.”
Setelah semuanya jelas bahwa ibu ku bukan seorang pelacur , ibu hanya seorang pelayan club malam saja, semua orang percaya dan tidak menuduh ibu lagi. Pihak sekolahpun sudah percaya dan bahkan kepala sekolah memberikan modal pada ibu untuk berjualan di kantin sekolah dan berhenti dari pekerjaannya itu.
Terima kasih Tuhan Engkau telah memperlihatkan semua kebenarannya. Kini ibu mempunyai banyak waktu untuk selalu ada bersama kami. Sungguh kebahagian yang sangat luar biasa. Benar Tuhan itu tak pernah tidur dan tahu apa yang sebenarnya kita kerjakan. Terima kasih ibu, kau selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kami.
Selesai...
No comments:
Post a Comment
Newer Post
Older Post
Home
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment